ABUL ‘ALA MAUDUDI

Wednesday 25 November 2009

ABUL ‘ALA MAUDUDI

(Studi Pemikiran Politik Kontemporer)

A. Abul ‘Ala Maududi: Biografi Singkat

1.             Maududi lahir di Aurangabad India Tengah tanggal 25 September 1903, wafat pada tanggal 23 September 1979 di New York Amerika Serikat, salah seorang pemikir dan perombak dunia Islam. Karir kemasyarakatannya dimulai sebagai wartawan, pada tahun 1920 pada usia tajuh belas tahun beliau menjadi redaktur harian Taj, Jabalpur, menjadi pimpinan redaksi surat kabar muslin di Delhi (1921-1923), dan kemudian menjadi rdaktur al-Jam’iyah (1925-1928) surat kabar yang berpengaruh di New Delhi ketika itu. Tahun 1929 saat beliau berusia dua puluh enam tahun beliau menerbitkan karyanya yang cemerlang dan monumental; al-Jihad fi al-Islam (Perang Suci dalam Islam).   Pemikiran Maududi sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokoh muslim yang lain seperti: Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan Syah Waliyullah. Selain itu para tokoh romantisme India seperti: Maulana Muhammad ‘Ali, Maulana Abul Kalam Azad, Maulana Muhammad Iqbal, di luar India nama Hasan al-Banna diannggap sebagai inspirator pemikiran politiknya.

B. Karya-Karya Ilmiah Maududi
  1. Tahun 1929 pada usia 26 tahun menerbitkan karyannya al-Jihad fi al-Islam
  2. Tahun 1932 menerbitkan Risalah-yi-diniyat (Toword Understanding Islam)
  3. Tahfim al-Qur,an (Memahami al-Qur’an)
  4. Tahun 1938-1940, Musalaman aur Maujudah fi Siasyi Khasmakash (pengamatan mengenai permasalahan yang dihadapi Muslim India)
  5. Tahun 1952 menulis, Tajdid wa ihya’i-Din (argumen mengenai Kebangkitan Islam)
  6. Tahun 1967, Islam ka Nazhariyah-yi Siyasi (ringkasan pandangan Maududi mengenai peran Islam politik)
  7. Tahun 1969 menerbitkan Islam Riyasat (garis-garis besar mengenai Negara Islam)

C. Keterlibatan Maududi dalam Politik

1. Pada tahun 1919, Maududi bergabung dengan gerakan khilafah yang bertujuan mendukung kelangsungan Khilafah Islamiyah pada dinasti Usmaniyah yang berpusat di Istanbul, kemudian ia dipercaya memimpin penerbitan organ panitia pusat, bernama al-Jam’iyah (1924-1928).
2. Pada tahun 1925 Maududi menulis sejumlah artikel sebagai bantahan terhadap tuduhan bahwa Islam disebarkan dengan pedang, setelah orang Hindu di Swami Sharadhanand, dibunuh oleh seorang ekstrimis islam dengan mengatasnamakan jihad. Kemudian pada tahun 1927 kumpulan artikelnya tersebut diterbitkan dalam satu Buku dengan judul “al-Jihad fi al-Islam”.
3. Pada tahun 1941 Maududi mendirikan Jama’ati-I-Islami, dalam suasana perjuangan kemerdekaan Anak Benua India dari penjajahan Inggris, selain itu, munculnya organisasi ini dipicu oleh keluarnya resolusi Lahore (Lahore Resolution) tahun 1940 yang digagas oleh All India Muslim League yang menuntut lahirnya negara Pakistan.
4. Jama’ati-I-Islami dilarang di bawah rezim Ayyub Khan, tanggal 9 Oktober 1964.

D. Konsep Negara Islam menurut Maududi

1. Bentuk negara yang paling ideal adalah negara ideologis, yaitu negara Islam.
2. Ada tiga pilar utama negara Islam:
a. Kedaulatan ada di tangan Tuhan.
b. Konstitusi negara Islam adalah syari’ah.
c. Pemerintah (khalifah) merupakan pemegang amanat Tuhan, dengan tugas utama melaksanakan kehendak-kehendaknya dengan tidak melampaui batas-batas yang telah ditetapkannya.

E. Kedaulatan Tuhan.

Penegasan Maududi terhadap kedaulatan Tuhan, merupakan upaya untuk membedakan dengan kedaulatan rakyat (demokrasi) seperti diperaktekkan di negara Barat. Maududi menyebut sistem pemerintahan Islam dengan “Teo-Demokrasi” yaitu suatu sistem pemerintahan demokrasi Ilahi, karena dibawah naungannya kaum muslim telah diberi kedaulatan yang terbatas di bawah pengawasan Tuhan. Maududi menggunakan istilah ini untuk memebedakan negara Islam dengan Kingdom of God (kerajaan Tuhan) menurut pihak barat yang sifatnya teokrasi. Dengan ini berarti pemerintahan Islam menurut Maududi, dapat disebut sebagai a devine democratic government (pemerintahan demokratis yang berdasarkan ketuhanan).

F. Syari’ah sebagai Dasar Konstitusi Negara

Dasar konstitusi negara Islam ada empat: al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Namun apabila ada persoalan negara yang tidak mendapatkan hukum yang jelas dalam syari’at, sesuai dengan prinsip teo-demokrasi, maka segala permasalahan hukum diselesaikan secara mufakat dan konsensus dikalangan kaum muslimin. Lebih lanjut Maududi mengatakan dalam menetapkan hukum, badan kehakiman (yudikatif) posisinya tidak berada di bawah ekskutif, ia dapat mengambil keputusannya secara langsung dari syari’ah dan bertanggung jawab penuh terhadap Tuhan.

G. Pemerintah (Khilafah)

Islam menggunakan kekhalifahan bukan kedaulatan. Karena menurut Islam, kedaulatan hanya milik Tuhan saja, sementara pemegang kekuasaan (khalifah) adalah mereka yang memerintah sesuai ketentuan (hukum) Tuhan dan tidak memiliki kekuasaan kecuali hanya melaksanakan kedaulatan yang didelegasikan kepadanya. Lebih lanjut Maududi menegaskan, kekhalifahan merupakan hak setiap muslim secara umum dan tidak terbatas kepada kelompok tertentu.

H. Pembagian Kekuasaan Negara

1. Maududi membagi kekuasaan negara menjadi tiga:
a. Kepala Negara (khalifah atau Amir) sebagai ekskutif.
b. Majlis Syura (ahl al-hall wa al-aqd) sebagai legislatif.
c. Badan Kehakiman (qadli) sebagai yudikatif.
2. Ekskutif adalah penguasa tertinggi umat Islam yang memiliki kekuasaan negara sekaligus agama.
3. Legislatif adalah mereka bertugas memberi saran kepada penguasa mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
4. Yudikatif adalah lembaga yang menetapkan sebuah hukum yang tidak terdapat dalam syari’ah.

I. Syarat-syarat Kepala Negara

1. Syarat-syarat kepala Negara:
a. Islam
b. Laki-laki
c. Dewasa
d. Siap fisik dan mental
e. Warga negara yang terbaik
2. Sistem pemiliham kepala negara:
a. Pemilihan kepala negara sepenuhnya bergantung pada masyarakat (kaum muslimin), dan tidak ada seorangpun yang boleh mengangkat dirinya sendiri.
b. Tidak dperbolehkan ada satu klan atau kelompok atau kelompok tertentu yang memonopoli jabatan tersebut.
c. Pemilihan harus dilaksanakan dengan suka rela bukan dengan paksaan.
J. Majlis Syura (legislatif)
Majelis Syura merupakan penjelmaan dari aspirasi masyarakat. Mereka tidak dipilih dan diangkat oleh kepala negara, melainkan hanya dipercaya bagi umat Islam. Mereka bertugas memberi saran kepada penguasa mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Kewajiban penguasa hanya dalam hal meminta pendapat mereka, bukan mengikuti atau terikat dengan pendapat mereka.
K. Kewarganegaraan
Maududi membagi kewarganegaraan kedalam dua golongan yaitu muslim dan dzimmi. Warga negara muslim adalah mereka yang beragama Islam dan merupakan penduduk asli suatu negara Islam (dar al-Islam) atau berdomisili di negara Islam. Sedangkan dzimmi adalah semua umat non muslim yang bersedia dan setia pada negara Islam.
L. Kritik Terhadap Maududi
1. Deliar Noer mengkritik ketidakkonsistenan Maududi dalam menolak demokrasi barat ketika dihubungkan dengan Islam, justru ia mengumukakan segi idealnya serta ajarannya. Teo-Demokrasi Maududi sama sekali tidak mensyaratkan suatu mikanisme tertentu bagi aplikasi pelaksanaan konsepnya, yang dapat membedakan dengan demokrasi barat.
2. Munawwir Sjadzali mengkritik trias politikanya Maududi, karena konsep itu merupakan berasal dari barat, maududi terjebak dengan "idealisasi sejarah" masa lalu tanpa memikirkan mikanisme pelaksanaannya.
M. Referensi
Abu 'Ala Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam. Bandung: Mizan, 1984.
________, Sistem Politik Islam. Bandung: Mizan, 1990.
Munawwir Sdadzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran Sejarah dan Pemikiran. Jakarta: UI Press, 1990.

No comments:

 

Most Reading