Apa Itu Etika

Saturday 6 October 2012

Keguyuban di Lembah Ciamis

Monday 27 August 2012


Kompas Cetak : Senin, 13 Agustus 2012 | 20:00 WIB

Oleh Cornelius Helmy

Keguyuban antarumat beragama seperti napas yang tak pernah berhenti di Dusun Susuru, Desa Kertajaya, Kecamatan Panawangan, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Seratusan tahun lalu, perbedaan agama dan keyakinan terus menjadi energi yang menyatukan.
Berada di lembah antara Gunung Sawal dan Gunung Ciremai, Dusun Susuru berjarak sekitar 50 kilometer dari pusat kota Kabupaten Ciamis. Hanya ada satu jalan beraspal kasar sepanjang 5 kilometer dan lebar 4 meter yang menghubungkannya dengan pusat Desa Kertajaya.
Berbeda dengan dusun terpencil lainnya di Ciamis, masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai petani itu hidup rukun dalam tiga agama dan keyakinan. Menurut Sekretaris Desa Kertajaya Jojo Jarkasih, awal Agustus lalu, saat ini hidup berdampingan 1.914 pemeluk agama Islam, 131 orang beragama Katolik, dan 56 penghayat Ajaran Karuhun Urang (Akur). Dengan luas wilayah sekitar 150 hektar, letak 3 masjid, 1 gereja, dan tempat sarasehan penghayat pun berdekatan. Demikian juga rumah tinggal pemeluknya.
Jejak toleransi bisa dilihat dari keberadaan rumah ibadat. Di dekat pintu masuk dusun terdapat kompleks Pesantren Al Ikhlas berikut masjidnya. Pemimpin Pondok Pesantren Haji Kurdi Sopandi (50) tak pernah melupakan peran warga Susuru beragama Katolik dan penghayat Akur yang membantu dalam pembangunan masjid pesantren 10 tahun lalu.
Kurdi mengatakan, mereka secara sukarela menyumbang material kayu dan bersama- sama ikut membangun. Hal itu seperti mewarisi kerelaan yang sama saat Masjid Jami Susuru didirikan pada 1970 dan direnovasi 21 tahun kemudian.
”Panitia Badan Amil Zakat- nya adalah Omo dan Ruswa. Keduanya warga Susuru beragama Katolik,” ujar Kurdi. Bahkan, rumahnya pun dibangun bersama oleh warga Katolik dan penghayat yang tinggal di sebelah rumahnya.
Gereja Katolik Stasi Santo Simon di seberang pondok pesantren juga lahir berkat kerukunan masyarakat Susuru. Kepala Stasi Susuru Paulus Anang Suryana (45) mengatakan, banyak pemeluk agama Islam dan penghayat membantu renovasi gereja tahun 2007. Mereka melakukan dengan senang hati tanpa mengharapkan bayaran sepeser pun. Material batu, kayu, tenaga kerja, dan makanan pun disumbangkan.
Toleransi tak hanya di situ. Saat perayaan agama pun warga ikut saling menghadiri. Misalnya, saat perayaan Natal, pemeluk agama Islam dan penghayat tak pernah absen. Selain ikut memberikan renungan, secara sukarela mereka juga ikut berjaga-jaga di acara perayaannya. Warga juga ikut
membantu menyumbang konsumsi.
”Kami juga selalu dilibatkan saat umat Muslim merayakan Idul Fitri, Isra Miraj, atau Idul Adha. Tak hanya mengucapkan selamat, tapi saling mendoakan sesuai agama dan keyakinan masing-masing,” ujarnya.

Budaya Sunda
Kepala Program Studi Ilmu Politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Siliwangi Tasikmalaya Akhmad Satori, yang pernah meneliti keberagaman di Susuru, mengatakan, keberagaman itu sudah muncul saat Ki Sumantra, warga Susuru, pulang kampung setelah belajar ilmu rohani. Ki Sumantra belajar dari Pangeran Madrais, pemimpin Gedung Paseban Tri Panca Tunggal, di Kuningan, Jawa Barat, awal abad ke-20.
Ajaran Pangeran Madrais yang dikenal dengan Agama Djawa Sunda (ADS) lantas diajarkan kepada masyarakat Susuru. Sebelumnya, seluruh masyarakat Susuru memeluk agama Islam.
Tahun 1960-an, saat pemerintah melarang ADS, Pangeran Tejabuana, pemimpin ADS ketika itu, membebaskan pengikutnya menganut agama yang diakui saat itu. Pangeran Tejabuana memilih Katolik, diikuti banyak pengikutnya di Susuru. Namun, tak sedikit yang memilih masuk Islam.
”Masyarakat Dusun Susuru mengedepankan hidup berdampingan tanpa melihat perbedaan agama dan kepercayaan. Masyarakat saling menghormati pilihan yang diambil warga lainnya,” katanya.
Dalam perkembangannya, masyarakat yang tak puas dengan agama yang dipeluknya memilih menjadi penghayat yang menamakan diri Ajaran Karuhun Urang. Mereka percaya ada Tuhan atau Gusti nu Maha Suci. Ada juga yang memilih keyakinan dan agama baru lewat perkawinan. Semuanya terjadi tanpa paksaan atau konflik.
”Kentalnya penerapan budaya Sunda berperan menciptakan masyarakat penuh toleransi,” ujar Akhmad. Pemeo Sunda yang menyebutkan silih asah, silih asih, silih asuh, yang artinya saling mengasihi, mempertajam diri, dan melindungi, benar-benar nyata di Susuru. Buktinya, degung—kesenian khas Sunda— mengiringi misa umat Katolik Susuru.

Bukan halangan
Margaretha Mimi Sumiyati (45), warga Susuru, mengatakan, orangtuanya membebaskan anak-anaknya memilih agama dan kepercayaan. Ia memilih Katolik meski orangtua dan ketiga kakaknya penghayat. Mereka tinggal di rumah yang sama tanpa ada konflik agama. Pesan tak ada agama atau kepercayaan yang mengajarkan keburukan menjadi pegangan.
”Perbedaan ini menjadi anugerah,” katanya. Dari dusun ini, tercatat enam warga menjadi biarawan dan biarawati.
Hal yang sama diakui Dayat Hidayat (40), penghayat Akur. ”Perbedaan keyakinan seperti permata yang berharga untuk
saling menjaga dan memperhatikan,” ujarnya.
Sanajan sewang-sewang tapi teu ewang-ewang. Meski berbeda agama, warga Susuru tak terpisahkan.

Sumber :
Kompas Cetak
Editor :
Jodhi Yudono

Hisab dan Rukyat

Wednesday 18 July 2012


Hisab dan Rukyat
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Hisab adalah perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah.
Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang nampak pertama kali setelah terjadinya ijtimak (konjungsi). Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. Rukyat dilakukan setelah Matahari terbenam. Hilal hanya tampak setelah Matahari terbenam (maghrib), karena intensitas cahaya hilal sangat redup dibanding dengan cahaya Matahari, serta ukurannya sangat tipis. Apabila hilal terlihat, maka pada petang (maghrib) waktu setempat telah memasuki bulan (kalender) baru Hijriyah. Apabila hilal tidak terlihat maka awal bulan ditetapkan mulai maghrib hari berikutnya.
Perlu diketahui bahwa dalam kalender Hijriyah, sebuah hari diawali sejak terbenamnya matahari waktu setempat, bukan saat tengah malam. Sementara penentuan awal bulan (kalender)tergantung pada penampakan (visibilitas) bulan. Karena itu, satu bulan kalender Hijriyah dapat berumur 29 atau 30 hari.
Hisab
'Hisab secara harfiah 'perhitungan. Dalam dunia Islam istilah hisab sering digunakan dalam ilmu falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi Matahari dan bulan terhadap bumi. Posisi Matahari menjadi penting karena menjadi patokan umat Islam dalam menentukan masuknya waktu salat. Sementara posisi bulan diperkirakan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam kalender Hijriyah. Hal ini penting terutama untuk menentukan awal Ramadhan saat muslim mulai berpuasa, awal Syawal (Idul Fithri), serta awal Dzulhijjahsaat jamaah haji wukuf di Arafah (9 Dzulhijjah) dan Idul Adha (10 Dzulhijjah).
Dalam Al-Qur'an surat Yunus (10) ayat 5 dikatakan bahwa Allah memang sengaja menjadikan Matahari dan bulan sebagai alat menghitung tahun dan perhitungan lainnya. Juga dalam Surat Ar-Rahman (55) ayat 5 disebutkan bahwa Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan.
Karena ibadah-ibadah dalam Islam terkait langsung dengan posisi benda-benda langit (khususnya Matahari dan bulan) maka sejak awal peradaban Islam menaruh perhatian besar terhadap astronomi. Astronom muslim ternama yang telah mengembangkan metode hisab modern adalah Al Biruni (973-1048 M), Ibnu Tariq, Al Khawarizmi, Al Batani, dan Habash.
Dewasa ini, metode hisab telah menggunakan komputer dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi. Berbagai perangkat lunak (software) yang praktis juga telah ada. Hisab seringkali digunakan sebelum rukyat dilakukan. Salah satu hasil hisab adalah penentuan kapan ijtimak terjadi, yaitu saat Matahari, bulan, dan bumi berada dalam posisi sebidang atau disebut pula konjungsi geosentris. Konjungsi geosentris terjadi pada saat matahari dan bulan berada di posisi bujur langit yang sama jika diamati dari bumi. Ijtimak terjadi 29,531 hari sekali, atau disebut pula satu periode sinodik.
Rukyat
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/5/51/Rukyat.gif/220px-Rukyat.gif
http://bits.wikimedia.org/static-1.20wmf6/skins/common/images/magnify-clip.png
Salah satu contoh hasil pengamatan kedudukan hilal
Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang pertama kali tampak setelah terjadinya ijtimak. Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang, atau dengan alat bantu optik seperti teleskop.
Aktivitas rukyat dilakukan pada saat menjelang terbenamnya Matahari pertama kali setelah ijtimak (pada waktu ini, posisi Bulan berada di ufuk barat, dan Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari). Apabila hilal terlihat, maka pada petang (Maghrib) waktu setempat telah memasuki tanggal 1.
Namun demikian, tidak selamanya hilal dapat terlihat. Jika selang waktu antara ijtimak dengan terbenamnya Matahari terlalu pendek, maka secara ilmiah/teori hilal mustahil terlihat, karena iluminasi cahaya Bulan masih terlalu suram dibandingkan dengan "cahaya langit" sekitarnya. Kriteria Danjon (1932, 1936) menyebutkan bahwa hilal dapat terlihat tanpa alat bantu jika minimal jarak sudut (arc of light) antara Bulan-Matahari sebesar 7 derajat. [1]
Dewasa ini rukyat juga dilakukan dengan menggunakan peralatan canggih seperti teleskop yang dilengkapi CCD Imaging. namun tentunya perlu dilihat lagi bagaimana penerapan kedua ilmu tersebut
[sunting]Kriteria Penentuan Awal Bulan Kalender Hijriyah
Penentuan awal bulan menjadi sangat signifikan untuk bulan-bulan yang berkaitan dengan ibadah dalam agama Islam, seperti bulan Ramadhan (yakni umat Islam menjalankan puasa ramadan sebulan penuh), Syawal (yakni umat Islam merayakan Hari Raya Idul Fitri), serta Dzulhijjah (dimana terdapat tanggal yang berkaitan dengan ibadah Haji dan Hari Raya Idul Adha).
Sebagian umat Islam berpendapat bahwa untuk menentukan awal bulan, adalah harus dengan benar-benar melakukan pengamatan hilal secara langsung. Sebagian yang lain berpendapat bahwa penentuan awal bulan cukup dengan melakukan hisab (perhitungan matematis/astronomis), tanpa harus benar-benar mengamati hilal. Keduanya mengklaim memiliki dasar yang kuat.
Berikut adalah beberapa kriteria yang digunakan sebagai penentuan awal bulan pada Kalender Hijriyah, khususnya di Indonesia:
Rukyatul Hilal
Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan merukyat (mengamati) hilal secara langsung. Apabila hilal (bulan sabit) tidak terlihat (atau gagal terlihat), maka bulan (kalender) berjalan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari.
Kriteria ini berpegangan pada Hadits Nabi Muhammad:
Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika terhalang maka genapkanlah (istikmal)".
Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh Nahdlatul Ulama (NU), dengan dalih mencontoh sunnah Rasulullah dan para sahabatnya dan mengikut ijtihad para ulama empat mazhab. Bagaimanapun, hisab tetap digunakan, meskipun hanya sebagai alat bantu dan bukan sebagai penentu masuknya awal bulan Hijriyah.
Wujudul Hilal
Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip: Ijtimak (konjungsi) telah terjadi sebelum Matahari terbenam (ijtima' qablal ghurub), dan Bulan terbenam setelah Matahari terbenam (moonset after sunset); maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude) Bulan saat Matahari terbenam.
Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh Muhammadiyah dan Persis dalam penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha untuk tahun-tahun yang akan datang. Akan tetapi mulai tahun 2000 PERSIS sudah tidak menggunakan kriteria wujudul-hilal lagi, tetapi menggunakan metode Imkanur-rukyat. Hisab Wujudul Hilal bukan untuk menentukan atau memperkirakan hilal mungkin dilihat atau tidak. Tetapi Hisab Wujudul Hilal dapat dijadikan dasar penetapan awal bulan Hijriyah sekaligus bulan (kalender) baru sudah masuk atau belum, dasar yang digunakan adalah perintah Al-Qur'an pada QS. Yunus: 5, QS. Al Isra': 12, QS. Al An-am: 96, dan QS. Ar Rahman: 5, serta penafsiran astronomis atas QS. Yasin: 36-40.
Imkanur Rukyat MABIMS
Imkanur Rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura(MABIMS), dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah, dengan prinsip:
Awal bulan (kalender) Hijriyah terjadi jika:
§  Pada saat Matahari terbenam, ketinggian (altitude) Bulan di atas cakrawala minimum 2°, dan sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan-Matahari minimum 3°, atau
§  Pada saat bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam, dihitung sejak ijtimak.
Secara bahasa, Imkanur Rukyat adalah mempertimbangkan kemungkinan terlihatnya hilal. Secara praktis, Imkanur Rukyat dimaksudkan untuk menjembatani metode rukyat dan metode hisab.Terdapat 3 kemungkinan kondisi.
§  Ketinggian hilal kurang dari 0 derajat. Dipastikan hilal tidak dapat dilihat sehingga malam itu belum masuk bulan baru. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini.
§  Ketinggian hilal lebih dari 2 derajat. Kemungkinan besar hilal dapat dilihat pada ketinggian ini. Pelaksanaan rukyat kemungkinan besar akan mengkonfirmasi terlihatnya hilal. Sehingga awal bulan baru telah masuk malam itu. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini.
§  Ketinggian hilal antara 0 sampai 2 derajat. Kemungkinan besar hilal tidak dapat dilihat secara rukyat. Tetapi secara metode hisab hilal sudah di atas cakrawala. Jika ternyata hilal berhasil dilihat ketika rukyat maka awal bulan telah masuk malam itu. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini. Tetapi jika rukyat tidak berhasil melihat hilal maka metode rukyat menggenapkan bulan menjadi 30 hari sehingga malam itu belum masuk awal bulan baru. Dalam kondisi ini rukyat dan hisab mengambil kesimpulan yang berbeda.
Meski demikian ada juga yang berpikir bahwa pada ketinggian kurang dari 2 derajat hilal tidak mungkin dapat dilihat. Sehingga dipastikan ada perbedaan penetapan awal bulan pada kondisi ini.Hal ini terjadi pada penetapan 1 Syawal 1432 H / 2011 M.
Di Indonesia, secara tradisi pada petang hari pertama sejak terjadinya ijtimak (yakni setiap tanggal 29 pada bulan berjalan), Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Hisab Rukyat (BHR) melakukan kegiatan rukyat (pengamatan visibilitas hilal), dan dilanjutkan dengan Sidang Itsbat, yang memutuskan apakah pada malam tersebut telah memasuki bulan (kalender) baru, atau menggenapkan bulan berjalan menjadi 30 hari. Prinsip Imkanur-Rukyat digunakan antara lain oleh Persis
Di samping metode Imkanur Rukyat di atas, juga terdapat kriteria lainnya yang serupa, dengan besaran sudut/angka minimum yang berbeda.
Rukyat Global
Rukyat Global adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang menganut prinsip bahwa: jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa (dalam arti luas telah memasuki bulan Hijriyah yang baru) meski yang lain mungkin belum melihatnya.

Perbedaan Kriteria
Metode penentuan kriteria penentuan awal Bulan Kalender Hijriyah yang berbeda seringkali menyebabkan perbedaan penentuan awal bulan, yang berakibat adanya perbedaan hari melaksanakan ibadah seperti puasa Ramadhan atau Hari Raya Idul Fitri.
Di Indonesia, perbedaan tersebut pernah terjadi beberapa kali. Pada tahun 1992 (1412 H), ada yang berhari raya Jumat (3 April) mengikuti Arab Saudi, yang Sabtu (4 April) sesuai hasil rukyat NU, dan ada pula yang Minggu (5 April) mendasarkan pada Imkanur Rukyat. Penetapan awal Syawal juga pernah mengalami perbedaan pendapat pada tahun 1993 dan 1994.Pada tahun 2011 juga terjadi perbedaan yang menarik. Dalam kalender resmi Indonesia sudah tercetak bahwa awal Syawal adalah 30 Agustus 2011. Tetapi sidang isbat memutuskan awal Syawal berubah menjadi 31 Agustus 2011. Sementara itu, Muhammadiyah tetap pada pendirian semula awal Syawal jatuh pada 30 Agustus 2011. Namun demikian, Pemerintah Indonesia mengkampanyekan bahwa perbedaan tersebut hendaknya tidak dijadikan persoalan, tergantung pada keyakinan dan kemantapan masing-masing, serta mengedepankan toleransi terhadap suatu perbedaan.
Referensi
§  Moon Calculator Program & Documentation, oleh Dr. Monzur Ahmed, 2001
§  Wikipeda.com

TIM PENELITI FISIP UNSIL LOLOS SELEKSI PROGRAM HIBAH BERSAING DIKTI 2012

Saturday 23 June 2012

CONGRATULATION ! .. Kepada TIM PENELITI( Akhmad Satori, S.IP., M.SI, Subhan Agung dan Mohammad Ali Andrias., S.IP., M.Si) Dosen Program Studi Ilmu Politik FISIP UNSIL..yang telah lolos seleksi Proposal Penelitian Desentralisasi (HIBAH BERSAING) tahun 2012. Judul proposal penelitian yang diajukan “Studi Model Kepemimpinan Tradisional dalam Mengelola Masyarakat Majemuk di Dusun Susuru, Panawangan Ciamis”. Tanggal 19 Juni 2012, Ketua Tim Peneliti Akhmad Satori, S.IP., M.SI telah berhasil mempresentasikan proposal penelitiannya di depan reviewer dengan baik. Semoga lolosnya proposal penelitian yang sudah diajukan TIM Peneliti dari Dosen FISIP UNSIL, akan berlanjut di tahun-tahun berikutnya..amin…
sumber : http://fisip.unsil.ac.id

DISKUSI MENYOAL EFEKTIFITAS UU PEMILU BARU

Friday 22 June 2012


Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM FISIP) bekerja sama dengan Labpol FISIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya, Jum’at, 15 Juni 2012 pukul 13.00 s.d. selesai telah menyelenggarakan Diskusi Tinjauan Kritis UU Pemilu Baru dalam Menghasilkan Pemilu Berkualitas.  Diskusi ini dihadiri oleh sejumlah mahasiswa FISIP, sebagian pengurus BEM di lingkungan Universitas Siliwangi dan beberapa dosen FISIP Unsil.
Diskusi ini menghadirkan pembicara Pengajar Kajian Parpol dan Pemilu  yang juga Ketua Laboratorium Politik FISIP, Subhan Agung dan Ketua Program Studi Ilmu Politik FISIP Unsil Bapak Akhmad Satori, M.SI. Diskusi ini diawali dengan pemaparan materi kajian dari pemateri dan Dosen Bapak Taufik Nurohman yang melengkapi pemaparan dari kedua pemateri sebelumnya. Proses diskusi cukup “hidup” dan dinamis dengan adanya opini dan tinjauan kritis dari mahasiswa (peserta).
Subhan Agung dalam pemaparannya lebih menyoroti  Pemilu secara  teoritis, dan pemetaan sistem Pemilu di dunia dan sistem yang selama ini dijalankan di Indonesia, termasuk kajian sistem Pemilu yang diberlakukan sesuai UU No.8 tahun 2012 yang baru disahkan Sabtu kemarin. Menurutnya Indonesia secara keseluruhan menerapkan sistem Representatif Proporsional atau yang dalam sehari-hari kita biasa disebut sistem Pemilu Proporsional dengan jenis model Open List. Berbeda ketika di Masa Orba yang menggunakan Close List, di mana pemilih hanya memilih lambang partai saja, dan tentunya partai yang menentukan siapa yang menang berdasarkan urutan. Sedangkan saat ini yang dicoblos adalah gambar calon langsung, sama seperti UU No.10 tahun 2008 yang diberlakukan dalam Pemilu 2009 silam. Menurut beliau secara keseluruhan dalam UU baru tersebut tidak terdapat perubahan yang fundamental, selain Parlementary Trashold yang berubah menjadi 3,5%, syarat-syarat pembentukan partai baru yang tambah ketat. Sistem dalam mengkonversi suara menjadi kursi pun masih menggunakan sistem Kuota Murni tidak berubah dari UU sebelumnya.
Sedangkan Bapak Akhmad Satori melihat secara holistik persoalan Pemilu di Indonesia tidak hanya dalam persoalan UU Pemilu saja. Pemilu selama ini hanya menjadi “ajang pesta demokrasi saja” bukan benar-benar dimaknai sebagai upaya untuk memperbaiki negara ini lewat lahirnya elit-elit perwakilan yang cakap dan mampu menyerap aspirasi konstituen. Pemilu di Indonesia juga rumet, sulit sekali diikuti oleh masyarakat “bawah” yang tidak mengenal sekolah, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam menyalurkan hak memilihnya, selain itu Pemilu di Indonesia sangat mahal biayanya, apalagi ditopang oleh mekanisme dominasi uang dalam proses politik tersebut. Kalau berkaca dalam realitas ini semakin sulit saja kita untuk mengharapkan lebih dari proses Pemilu. UU baru pun sepertinya hanya menjadi “mainan” para elit saja atas nama untuk perbaikan, demokrasi, dan suara rakyat, namun agak sulit diharapkan UU ini akan efektif ke depannya, intinya tugas UU pemilu seharusnya menjadikan pemilu yang murah dan tidak rumit.. Namun harapan juga masih terbuka lebar, dan sebagai lembaga civil society mahasiswa harus kritis terhadap semua perubahan yang terjadi di negeri ini. Partisipasi politik yang kritis demi perbaikan dan melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan harus terus diupayakan.
Bapak Taufik Nurohman lebih menyoroti hakikat Pemilu secara filosofis dalam konteks untuk menempatkan wakil-wakilnya di lembaga eksekutif dan legislatif. Pemilu sudah menjadi kenyataan di hampir sebagian besar negara-negara di dunia. Secara simplikatif peraturan Pemilu di Indonesia sudah cukup mutakhir, namun implementasinya lemah. Semakin canggih UU, semakin canggih juga pelanggaran yang mencederai kualitas Pemilu itu sendiri. UU Pemilu memang harus rumet (canggih, lengkap, detail), dan rakyat harus belajar atas UU tersebut. Kalau persoalan pelanggaran dalam Pemilu memang tidak bisa dihindarkan akan selalu ada, yang rumet saja masih bisa dicurangi, apalagi yang sederhana. Namun bagaimana lembaga civil society dan lembaga lainnya yang mengontrol secara formal mampu mengungkap pelanggaran yang dimungkinkan terjadi dalam Pemilu. (Semoga Bermanfaat, sampai bertemu kembali dalam diskusi selanjutnya–SA).

sumber : fisip.unsil.ac.id

Menjauhi Empat Larangan

Tuesday 12 June 2012


REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MSc
Dalam sebuah hadis sahih, Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang menjauhi empat hal dalam kehidupan di dunia ini, maka kelak di hari kiamat dia akan masuk ke dalam surga, yakni darah, harta, kemaluan, dan minuman.”

Rasulullah SAW adalah pemimpin yang sangat menyayangi umatnya dan memberikan arahan dengan ucapan dan pernyataan. Rasul juga memberikan keteladanan agar umatnya hidup dalam selamat di dunia dan akhirat.

Hadis tersebut di atas adalah contoh kasih sayang Rasul agar umatnya masuk ke dalam surga dan terbebas dari siksa api neraka. Di dunia ini pun mereka mendapat keselamatan, ketenangan, kedamaian, dan kesejahteraan.

Pertama, darah. Maksudnya adalah tidak boleh seseorang dengan mudahnya mengalirkan darah orang lain tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariah, seperti melukai apalagi membunuhnya. Karena dalam pandangan Islam, menghilangkan nyawa seseorang sama dengan menghilangkan nyawa seluruh umat manusia. Sebaliknya, menyelamatkan kehidupan seseorang sama dengan menyelamatkan kehidupan seluruh umat manusia. (QS al-Maidah [5]: 32).

Fenomena yang terjadi sekarang sungguh sangat memprihatinkan dan menyedihkan. Karena dengan mudahnya sekelompok orang melukai dan membunuh orang lain tanpa alasan yang jelas. Terkadang hanya karena masalah sepele bisa mengakibatkan pembunuhan.

Tawuran antarpelajar, tawuran antarkampung dan antarkelompok, bahkan antara suporter sepak bola sering mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Inilah perbuatan keji yang termasuk kategori al-fasad (kerusakan). Pelakunya harus dihukum dengan hukuman yang berat. (QS al-Maidah [5]: 33).

Kedua, harta. Jangan menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkan materi, jabatan, dan kekuasaan. Sebab, hal ini akan mengakibatkan kerusakan moral, akhlak, dan perilaku. Jika seseorang terbiasa mengonsumsi barang-barang haram, baik bendanya maupun cara mendapatkannya, akan menyebabkan kegelisahan sekaligus kehancuran hidupnya di dunia maupun akhirat.

Para koruptor, sebagai contoh, merupakan kelompok orang yang tidak akan pernah merasakan nikmat dan bau harumnya surga. Bahkan jika menghalalkan perbuatan korupsinya itu, dia akan kekal di dalam neraka.

Ketiga, kemaluan. Maksudnya adalah agar setiap orang berusaha menghindari perbuatan zina dan hal-hal yang mendekati perbuatan zina. Karena perbuatan ini termasuk kategori perbuatan yang sangat buruk, yang menghancurkan tatanan kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, dan bangsa. (QS al-Isra’ [17]: 31).

 Keempat, minuman keras. Setiap orang wajib berusaha menjauhi minuman keras yang memabukkan (khamar), termasuk di dalamnya benda-benda yang merusak, seperti narkoba, sabu, ataupun ekstasi.

Jika seseorang menghindari keempat perbuatan tersebut, insya Allah dia akan dijauhkan dari siksa neraka dan Allah akan memberikan tempat yang mulia, yakni surga. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
sumber : republika.co.id

Sistem Pemerintahan Iran Modern; Konsep Wilayatul Faqih Imam Khomeini Sebagai Teologi Politik dalam Relasi Agama dan Demokrasi

Friday 8 June 2012

RausyanFikr Institute
Telah Terbit Buku Juni 2012:

 
Judul     : Sistem Pemerintahan Iran Modern; Konsep Wilayatul Faqih Imam Khomeini Sebagai Teologi Politik dalam Relasi Agama dan Demokrasi

Penulis   : Akhmad Satori
Tebal     : xiv + 263 hlm
Harga    : Rp. 45 ribu.
*Buku ini  dibagikan sebagai fasilitas Peserta Seminar Pemikiran Imam Khomeini, utk Peradaban dan Persatuan Dunia Islam,
Yogyakarta, senin 4 Juni 2012 Convention Hall UIN Sunan Kalijaga



Sistem Pemerintahan Iran Modern; Konsep Wilayatul Faqih Imam Khomeini Sebagai Teologi Politik dalam Relasi Agama dan Demokrasi


Sistem pemerintahan Republik Islam Iran yang merupakan hasil elaborasi dari gagasannya tersebut (wilayatul faqih), terbukti jauh lebih viable dibanding dengan yang diduga oleh banyak orang sebelumnya. Ironisnya Republik Islam Iran adalah negara pertama dan satu-satunya di antara negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim yang berhasil didirikan dalam masa kontemporer, justru ketika banyak kalangan Islam cenderung untuk meninggalkan konsep negara Islam.

Dalam banyak segi, Republik Islam Iran adalah bentuk pemerintahan yang paling mendekati demokrasi yang pernah dimiliki Iran. Republik Islam Iran berdiri dengan mendapat legitimasi melalui konsensus rakyat dan sebagian besar rakyat Iran tetap mendukung rezim itu. Di satu pihak, Iran telah memfungsikan pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif, namun di pihak lain, Iran menikmati pluralisme terbatas. Kebebasan untuk mengungkapkan diri dibatasi oleh ideologi Islam Iran dan kepercayaan bahwa hukum-hukum dan nilai-nilai Islam itulah yang merupakan tuntunan bagi manusia.

Buku ini akan berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang konsep wilayatul faqih menurut imam khoneini, aplikasi konsep wilayatul faqih ini dalam sistem pemerintahan Iran modern, dan relevansi konsep tersebut terhadap proses modernisasi pemerintahan dan perkembangan demokrasi di Iran yang juga telah menjadi topik yang unik dan kontroversial dalam wacana keislaman, khususnya bidang politik.






Kesiapan FISIP Unsil menghadapi Keharusan Publikasi Ilmiah

Saturday 26 May 2012


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Siliwangi Tasikmalaya, Hari Sabtu, 19 Mei 2012 menyelenggarakan kegiatan diskusi menyikapi surat edaran Dikti tentang Kewajiban Publikasi bagi Calon Lulusan S1, S2 dan S3. Kebijakan yang sejak awal menuai pro kontra ini didiskusikan sebagai langkah antisipasi FISIP Universitas Siliwangi dalam kesiapannya ketika diimplementasikan, yang menurut rencana akan diberlakukan mulai Agustus 2012 ke depan. Sebagai institusi pendidikan tinggi, FISIP Unsil tentunya harus juga siap menyongsong pemberlakukan peraturan tersebut.
Kesiapan tersebut diantaranya adalah kesiapan pengelola, media, dosen dan juga mahasiswanya. Kegiatan ini menghadirkan pembicara dari Tim Detasering Dikti DR. Abimanyu DN, Prof. DR. Eng. H. Arifin, dan Drs. Zulbachrul Chaniago, MS dengan dipandu oleh Pembantu Dekan FISIP (Edi Kusmayadi, M.Si). Tim Dikti menekankan pentingnya kesiapan, baik kebijakan, infrastruktur maupun dosen dan mahasiswa dalam pemberlakukan peraturan Dikti tersebut. Hal ini penting, karena mau tidak mau ke depannya mahasiswa jika menginginkan lulus kuliah, tidak hanya dapat menyelesaikan dan lulus ujian skripsi atau karya ilmiah lainnya sesuai jenjang, namun juga wajib mempublikasikan karyanya dalam jurnal ilmiah. Dikti saat ini sudah menyiapkan portal, yang dinamai Portal Garuda untuk mengakomodir publikasi tersebut. Kapanpun portal tersebut siap menerima upload publikasi ilmiah dari mahasiswa seluruh Indonesia. Namun, selain itu juga untuk ke depannya setiap universitas diharapkan memiliki portal tersendiri, baik include dengan situs institusi universitas atau PT nya ataupun tersendiri dalam rangka publikasi tersebut.
Catatan penting dari diskusi tersebut adalah bahwa masih banyak hal yang perlu ditingkatkan di level fakultas ISIP untuk perbaikan ke depannya, terutama menanggapi kesiapan kebijakan Dikti tersebut. Kegiatan yang dihadiri oleh beberapa dosen dan sebagian besar mahasiswa angkatan akhir, merekomendasikan adanya pelibatan mahasiswa dalam redaksi jurnal Aliansi (jurnal FISIP Unsil) yang ke depannya akan ditargetkan untuk diakreditasi nasional. Selain itu juga merekomendasikan pembentukan jurnal mahasiswa dan sesuai kesepakatan akan diincludekan dengan kepengurusan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEM ) FISIP Unsil sebagai koordinator pengelola jurnal mahasiswa tersebut dan Subhan Agung sebagai Dosen Pembimbing jurnal mahasiswa tersebut. Semoga Sukses.
Sumber : fisip.unsil.ac.id

Prosiding Semnas Otda

Sunday 13 May 2012


SAMBUTAN REKTOR UNSIL PADA SEMINAR NASIONAL
“OTONOMI DAERAH DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA”


Bismilahirohmaanirohiim

Assalamu’alaikum wr wb.

Yth; Bapak  Ketua Umum APKASI beserta jajarannya
Yth; Bapak Ketua Badan pengurus yayasan UNSIL beserta jajarannya;
Yth; bapak/ibu bupati/walikota/ketua dprd yang hadir pada kesempatan ini;
Yth; bapak/ibu pimpinan perguruan tinggi atau yang mewakilinya
Bapak/ibu/sdr; peserta seminar serta  seluruh hadirin undangan yang berbahagia.
Tiada kata yang paling indah selain puji dan syukur marilah kita  panjatkan kekhadlirat tuhan yang maha kuasa alloh swt, atas  taufik dan hidayahnya, sehingga pada hari ini kita dapat bersilaturahmi dalam acara seminar nasional.  Sholawat beserta salam semoga senantiasa tercurahlimpahkan kepada nabi besar muhammad saw, kepada keluarganya, para sahabatnya dan kepada ummatnya yang senantiasa istiqomah pada pada ajarannya mudah-mudahan termasuk kita yang hadir di tempat ini. Amiin.

Bapak Ketua Umum Apkasi yang saya hormati
Sungguh merupakan kebahagiaan bagi kami civitas akademika universitas siliwangi tasikmalaya, pada hari ini dapat menyelenggarakan seminar nasional atas kerjasama apkasi dengan universitas siliwangi tasikmalaya.

Kepada bapak ketua umum apkasi ir. H. Isran noor, m.si, beserta jajarannya, serta seluruh undangan dan peserta seminar, atas nama civitas akademika unsil dan badan pengurus yayasan unsil saya sampaikan selamat datang di kampus perjuangan unsil tasikmalaya, terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya sampaikan kepada bapak ketua umum apkasi atas jalinan kerjasamanya selama ini, mudah-mudahan kerjasama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang.

Hadirin yang saya hormati

Tema seminar ini saya anggap sangat tepat di tengah situasi dan kondisi sosial ekonomi dan politik di berbagai daerah yang terus menerus diwarnai konflik dengan berbagai latar belakang pemicunya. Sehingga yang sering kita saksikan di berbagai daerah baik melalui media cetak maupun elektronik, adalah karakter bangsa indonesia yang terus menerus semakin kehilangan jati dirinya. Kekerasan, kebrutalan, konflik antar kelompok, konflik antara masyarakat dengan pemerintah di daerah, masalah pertanahan dan lain sebagainya, memberi gambaran kepada kita semua, bahwa nilai-nilai kebangsaan kita sudah mulai luntur baik sikap, karakter dan gaya hidup, sikap ramah dan santun, kebersamaan, kerukunan, gotong royong, toleransi, saling menghormati sesama anak bangsa sudah susah kita temukan. Oleh sebab itu, pendidikan karakter bangsa  perlu mendapat perhatian dari semua pihak, baik pemerintah pusat dan daerah, khususnya lembaga-lembaga pendidikan baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat, bahwa sikap dan karakter bangsa berada dipundak kalangan pendidik.

Hadirin yang berbahagia
Membangunan karakter bangsa dalam era otonomi daerah tidaklah mudah, perlu kerjasama dari semua pihak dan kalangan, untuk mencegah timbulnya konflik horizontal di daerah yang  pemicunya antara lain adalah kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah yang seringkali mengabaikan nilai-nilai luhur yang hidup dan berkembang pada tatanan masyarakat di daerah. Oleh karena itu, filosofi hidup masyarakat, budaya, adat istiadat, kebiasaan hidup, kearifan lokal, aspek keadilan harus menjadi konsiderasi dalam formulasi kebijakan di daerah. Demikian pula demokratisasi di daerah menurut hemat kami perlu dikaji ulang bagaimana proses demokratisasi pada era otonomi daerah yang tidak bertentangan dengan konstitusi dasar dan nilai-nilai kebangsaan yaitu dengan mengedepankan kesadaran hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam negara kesatuan republik indonesia, sehingga tujuan utama dari otonomi daerah yaitu peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah dapat segera tercapai. Dalam hubungan ini, maka berbagai regulasi di tingkat daerah tidak hanya berpihak pada aspek peningkatan pendapatan asli daerah, regulasi di daerah tidak hanya mengedepankan kepentingan sepihak sehingga sulit untuk diimplementasikannya. Akan tetapi regulasi di daerah perlu melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam proses analisa dan formulasinya.

Peserta seminar yang saya hormati
Fenomena yang terjadi di berbagai daerah, menunjukkan bahwa lunturnya nilai-nilai kebangsaan sudah merupakan realitas sosial, hal ini perlu penanganan segera dengan kesungguhan hati agar dapat membangkitkan kembali nilai-nilai kebangsaan masyarakat dengan pendidikan karakter bangsa disemua tingkatan lapisan masyarakat, baik secara formal, informal maupun non formal. Oleh karena itu, kedepan kewenangan otonomi daerah perlu diarahkan pada tatanan kehidupan masyarakat di daerah dalam hubungannya dengan pendidikan karakter bangsa di daerah.

Kepada pembicara, peserta seminar dan undangan lainnya saya sampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.  Dengan seminar nasional ini, saya berharap dapat menghasilkan rumusan-rumusan yang positif untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Selamat mengikuti seminar, mohon maaf atas segala kekurangannya dalam penyelenggaraan seminar ini.

Atas permintaan panitia seminar nasional dengan tema : otonomi daerah dalam perspektif pendidikan karakter bangsa, saya nyatakan dibuka, terima kasih. (ditandai dengan pemukulan gong),

Bilhidayah wattaufiq
Wassalamu’alaikum wr.wb



                                                Tasikmalaya, 12 maret 2012
                                                               Rektor,



                                           Prof. Dr. H. Kartawan, SE,. MP
 

Most Reading