Seminar Nasional Otonomi Daerah

Thursday, 1 March 2012


OTONOMI DAERAH DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA


Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini menunjukkan bahwa kesadaran hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, masyarakat/rakyat Indonesia dewasa ini mengalami kemunduran. Hal ini dapat dilihat pada fenomena yang berkembang dalam masyarakat seperti; berkembangnya emosi kedaerahan, yang dipicu oleh kesalah fahaman dalam memaknai dan penerapan kearifan lokal dalam rangka implementasi otonomi daerah, contoh dari fenomena seperti tersebut, adalah bentuk konflik horizontal yang kian marak di berbagai daerah. Penerapan otonomi daerah belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berakibat timbulnya kekecewaan rakyat di daerah. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah seperti peraturan daerah yang hanya mengedepankan aspek pendapatan asli daerah, tapi mengabaikan aspek sosial budaya (kearifan lokal) dan tatanan kehidupan masyarakat menjadi pemicu munculnya berbagai masalah di daerah. Perilaku para elit politik yang dinilai kurang proporsional  dalam menjabarkan kebijakan yang menyimpang dari tujuan yang tertera dalam Pembukaan UUD 1945, mengakibatkan sifat keacuhan masyarakat terhadap pembangunan, utamanya dalam memperkokoh wawasan kebangsaan.
Disamping itu, pengaruh globalisasi yang mengusung nilai kebebasan yang individualistik mendorong berkembangnya sikap pragmatik, konsumeristik, materialistik, hedonistik, yang mengabaikan nilai-nilai luhur bangsa seperti gotong royong, kekeluargaan, kerukunan dan kebersamaan sebagai pencerminan wawasan kebangsaan. Tidak merasa bangga terhadap prestasi anak bangsa dalam berbagai segi, seperti di bidang olah raga, pendidikan, karya teknologi, dsb. Daerah perbatasan yang kurang mendapat perhatian dari pusat maupun daerah yang mengakibatkan perbedaan kesejahteraan yang sangat tidak seimbang. Pencurian kekayaan alam baik di darat maupun di laut yang sangat merugikan masyarakat dan berakibat merosotnya pendapatan masyarakat. Keadilan di berbagai bidang kehidupan yang menjadi dambaan masyarakat belum dapat terwujud sebagai akibat belum terseleng-garanya penegakan hukum dengan semestinya. Dan yang seringkali memicu konflik di berbagai daerah adalah Pemilukada tingkat Provinsi maupun kabupaten/kota di tanah air, sehingga dipandang perlu untuk ditinjau dan dikaji ulang regulasi dan proses demokratisasi pemilihan kepala daerah, karena proses pemilukada di berbagai daerah berdampak buruk pada tatanan manajemen otonomi daerah.
Fenomena tersebut di atas menunjukkan bahwa kemunduran wawasan kebangsaan sudah merupakan realitas dan perlu penanganan segera dengan kesungguhan hati agar dapat membangkitkan kembali wawasan kebangsaan masyarakat dengan pendidikan karakter bangsa disemua tingkatan/lapisan masyarakat, baik secara formal, informal maupun dalam bentuk non formal. Oleh karenanya kewenangan otonomi daerah perlu diarahkan pada tatanan kehidupan masyarakat di daerah dalam hubungannya dengan pembentukan karakter bangsa di tingkat daerah.
Karakter sering diberi padanan kata watak, tabiat, perangai atau akhlak. Dalam bahasa Inggris character diberi arti a distinctive differentiating mark, tanda yang membedakan secara khusus. Karakter adalah keakuan rohaniah, het geestelijk ik, yang nampak dalam keseluruhan sikap dan perilaku, yang dipengaruhi oleh bakat, atau potensi  dalam diri dan lingkungan. Karakter juga diberi makna the stable and distinctive qualities built into an individual’s life which determines his response regardless of circumstances. Dengan demikian karakter adalah suatu kualitas yang mantap dan khusus, sebagai pembeda, yang terbentuk dalam kehidupan individu yang menentukan sikap dalam mengadakan reaksi terhadap rangsangan dengan tanpa terpengaruh oleh situasi lingkungan. Karakter terbentuk oleh faktor endogeen atau dalam diri dan faktor exogeen atau luar diri. Sebagai contoh rakyat Indonesia semula dikenal bersikap ramah, memiliki hospitalitas yang tinggi, suka membantu dan peduli terhadap lingkungan, dan sikap baik yang lain; dewasa ini telah luntur tergerus arus global, berubah menjadi sikap yang kurang terpuji, seperti egois, mementingkan diri sendiri, mencaci maki pihak lain, mencari kesalahan pihak lain, tidak bersahabat dan sebagainya. Hal ini mungkin saja didorong oleh keinginan untuk bersaing sebagai salah satu kompetensi yang harus dikembangkan dalam era globalisasi. Karakter dapat berubah akibat pengaruh lingkungan, oleh karena itu perlu usaha membangun karakter dan menjaganya agar tidak terpengaruh oleh hal-hal yang menyesatkan dan menjerumuskan.
Ada ahli yang berpendapat bahwa manusia bersifat unik, tercipta dalam perbedaan individual, nampak dalam tingkat kecerdasan, dalam kemampuan ungkapan emosional dan manifestasi kemauan. Manusia juga dibekali oleh Tuhan dengan kemampuan untuk membedakan yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk, meski ukuran benar-salah dan baik-buruk mengalami perkembangan sesuai dengan pertumbuhan yang dialami oleh manusia dan tantangan zamannya. Dengan demikian moral dan karakter pada manusia melekat secara kodrati, namun selalu mengalami perkembangan sesuai dengan pertumbuhan dan tantangan yang dihadapi. Karakter membentuk ciri khas individu atau entitas, suatu kualitas yang menentukan suatu individu atau entitas, sedemikian rupa sehingga diakui sebagai suatu pribadi yang mem-bedakan dengan individu atau entitas lain. Kualitas yang menggambarkan suatu karakter bersifat unik, khas, yang mencerminkan pribadi individu atau entitas dimaksud, yang akan selalu nampak secara konsisten dalam sikap dan perilaku individu atau entitas dalam menghadapi setiap permasalahan.
Di atas telah dikemukakan bahwa pendekatan yang ditempuh dalam rangka membina karakter bangsa dengan cara membangun karakter setiap manusia Indonesia. Dalam rangka membangun jatidiri manusia Indonesia akan menyentuh tiga dimensi yakni dimensi pribadi, dimensi warganegara, dan dimensi tenaga pembangunan dalam mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya, yakni Manusia Pancasila. Untuk itulah perlu difahami karakter manusia sebagai pribadi, sebagai warganegara dan sebagai tenaga pembangunan. Pembangunan karakter bangsa diarahkan untuk mewujudkan karakter tiga dimensi tersebut dalam implementasi otonomi daerah dalam arti luas.

No comments:

 

Most Reading